Assalamualaikum Ladies.................
Bulan
Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang telah Allah
muliakan. Secara khusus Allah melarang berbuat zalim pada bulan ini
untuk menunjukkan kehormatannya.
Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. Al-Taubah: 36)
Larangan
berbuat zalim pada bulan-bulan ini menunjukkan bahwa dosanya lebih besar
daripada dikerjakan pada bulan-bulan selainnya. Sebaliknya, amal
kebaikan yang dikerjakan di dalamnya juga dilebihkan pahalanya. Salah
satu amal shalih yang dianjurkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk dikerjakan pada bulan ini ibadah shiyam. Beliau menganjurkan untuk memperbanyak puasa di dalamnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu.” (HR. Muslim, no. 1982)
Menurut Imam Al-Qaari berkata, bahwa secara zahir, maksudnya adalah
seluruh hari-hari pada bulan muharram ini. Tetapi telah disebutkan dalam
hadits shahih bahwa Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah sama sekali berpuasa sebulan penuh kecuali di Ramadhan. Maka
hadits ini dipahami, dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan
Muharram bukan seluruhnya.
Puasa ‘Asyura
Pada umumnya dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram
ini. Hanya saja perhatian khusus Syariat tertuju pada satu hari, yaitu
hari ‘Asyura. Berpuasa pada hari tersebut bisa menghapuskan dosa setahun
yang lalu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975)
Bilakah Hari ‘Asyura Itu?
Hari ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram. Demikianlah
pendapat jumhur ulama dan yang nampak dari zahir hadits berdasarkan
kemutlakan lafaznya dan yang sudah ma’ruf menurut ahli bahasa.
(Disarikan dari al-Majmu’ oleh Imam al-Nawawi)
Ibnu Qudamah berkata, ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan
Muharram. Ini merupakan pendapat Sa’id bun Musayyib dan al-Hasan
al-Bashri yang sesuai dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas, “Rasullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
berpuasa pada hari ‘Asyura, hari kesepuluh dari bulan Muharram.” (HR.
al-Tirmidzi, beliau menyatakan hadits tersebut hasan shahih)
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, dan Asiyah bahwa Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam telah berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan tentang puasa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
“Aku tidak penah melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersemangat puasa pada suatu hari yang lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Anjuran Jangan Puasa ‘Asyura Saja, Tapi Sertakan Satu Hari Sebelumnya
Disunnahkan juga berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal Sembilan Muharram yang dikenal dengan hari Tasu’a.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
“Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’ Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916)
Berkata Imam al-Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan
selainnya, “Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh
secara keseluruhan, karena Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam telah berpuasa pada hari ke sepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.”
Apa Hikmah Berpuasa Pada Hari Tasu’a?
Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tentang tiga hikmah dianjurkannya shiyam hari Tasu’a: Pertama, maksud disyariatkan puasa Tasu’a untuk menyelesihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke sepuluh.
Kedua, maksudnya adalah untuk menyambung
puasa hari ‘Asyura dengan puasa di hari lainnya, sebagaimana dilarang
berpuasa pada hari Jum’at saja. Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi
dan ulama-ulama lainnya.
Ketiga, untuk kehati-hatian dalam
pelaksanaan puasa ‘Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga
terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari ke Sembilan dalam
penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.
Dan alasan yang paling kuat disunnahkannya puasa hari Tasu’a adalah
alasan pertama, yaitu untuk menyelisihi ahli kitab. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullaah dalam al Fatawa al-Kubra berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang bertasyabbuh dengan ahli kitab dalam banyak hadits. Seperti sabda beliau tentang puasa ‘Asyura,
لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ
“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)
Ibnu Hajar rahimahullaah dalam catatan beliau terhadap
hadits, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada
hari kesembilan”, Keinginan beliau untuk berpuasa pada hari kesembilan
dibawa maknanya agar tidak membatasi pada hari itu saja. Tapi
menggabungkannya dengan hari ke sepuluh, baik sebagai bentuk
kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Dan
ini merupakan pendapat yang terkuat dan yang disebutkan oleh sebagian
riwayat Muslim.”
Bolehkah Berpuasa Pada Hari ‘Asyura Saja?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah dalam al-Fatawa al-Kubra Juz
ke IV berkata, “Puasa hari ‘Asyura menjadi kafarah (penghapus) dosa
selama satu tahun dan tidak dimakruhkan berpuasa pada hari itu saja.”
Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj menyimpulkan
bahwa tidak apa-apa berpuasa pada hari itu saja.
0 comments:
Post a Comment